Kecurangan Oknum Guru pada Program Wisata Sekolah


Program wisata bagi anak-anak sekolah sebaiknya dihapuskan saja.
Program wisata ini semula memang dimanfaatkan sebagai ajang penyegaran bagi siswa-siswa sekolah seusai ujian. Atau juga sebagai sarana siswa-siswa mengenal budaya atau studi banding atau sejenisnya. Murni... semata demi siswa-siswa. Tetapi akhir-akhir ini disinyalir dimanfaatkan para oknum guru untuk "ngobyek". Memanfaatkan program ini untuk kepentingan pribadi. Lho kok bisa...?

Anak teman saya bersekolah di salah satu SMP (tidak saya sebutkan namanya) di Tanngerang. Untuk program wisata ini setiap anak dibebani biaya 900 ribu rupiah. Informasinya mereka akan wisata ke Yogyakarta. Rencananya untuk transportasi akan menggunakan bus eksekutif, menginap semalam di hotel Ibis.

 penghapusan program wisata perlu dilakukan. Biaya besar yang dipergunakan untuk program ini akan bisa dimanfaatkan untuk keperluan lain. biaya wisata yang tinggi akan memberatkan bagi orang tua siswa yang kurang mampu. adalah upaya kita bersama untuk menghentikan oknum guru yang memanfaatkan program wisata ini untuk kepentingan pribadi.

Sepulang dari wisata Yogyakarta si anak tersebut berkeluh kesah kepada orang tuanya. Ternyata bus yang ditumpanginya jelek, hotelnya juga bukan seperti yang dijanjikan. "Boro-boro mau disamakan Ibis... Udah tempatnya kumuh, kamar mandinya pesing, banyak nyamuknya lagi..." kata si anak bercerita. Ternyata kisah-kisah seperti ini banyak dialami oleh beberapa anak dari sekolah yang berbeda-beda.

Oknum Guru Ingin Mengambil Kesempatan
Beberapa oknum guru memanfaatkan program ini untuk menyenangkan diri sendiri. Kasusnya beragam, dari yang memanfaatkan uang sisa pembiayaan program wisata - biaya program wisata biasanya ditanggung oleh orang tua siswa masing-masing per anak - hingga memanfaatkan program ini untuk mengajak serta keluarganya dengan tanpa membayar alias gratis.

Memang tidak semua guru di sekolah bertindak miring seperti di atas, tetapi untuk lebih aman dan adilnya sebaiknya program ini dihapuskan saja. Selain alasan seperti yang tertulis di atas, ada satu alasan lagi yang perlu menjadi pertimbangan. Untuk satu perjalanan ke luar kota tidak semua guru bisa ikut. Pada kondisi seperti itu seorang guru bertanggung jawab atas banyak anak - bisa 25 hingga 40 anak. Ketika guru-guru yang seharusnya mengawasi anak didiknya ikut larut dalam suasana wisata, mungkinkah ia mengawasi anak asuhnya satu per satu? Jika anda menjawab mungkin, saya sarankan anda mereview lagi kasus-kasus kecelakaan di tempat-tempat wisata.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silakan menuliskan komentar dengan bahasa yang baik dan sopan. Komentar yang menyinggung masalah SARA akan dihapus.