Kemacetan di Jakarta terkenal sangat parah. Berbagai kebijakan telah dikeluarkan untuk mengatasi kemacetan tersebut. Tetap saja jalan-jalan di Jakarta masih mengalami kemacetan. Hal tersebut mengakibatkan banyak sekali kerugian baik berupa materi maupun spiritual.
Apa sih yang menyebabkan kemacetan di Jakarta?
Jalan raya yang dibuat dengan biaya yang sangat besar memang tadinya diperuntukkan untuk kelancaran transportasi. Akan tetap jika keadaannya macet seperti sekarang ini, tentunya malah menjadi hal yang terbalik, bukan memperlancar, justru menghambat. Mengapa bisa macet begini?
Penulis telah melakukan observasi, meskipun mungkin belum cukup memadai, hal-hal yang menyebabkan kemacetan parah di Jakarta. Banjir adalah masalah klasik yang terus berkelanjutan hingga sekarang. Saluran-saluran air yang kurang memadai, tata kota yang semrawut mengakibatkan aliran air tidak lancar dan mengakibatkan genangan-genangan yang cukup tinggi di beberapa ruas jalan. Akibat genangan-genangan air tersebut terpaksa pengguna jalan mengambil jalan alternatif. Parah semakin bertambah, jalan alternatif tidak bisa menampung semua pengguna jalan yang mencoba untuk melintasinya. Akhirnya stag terjadi terutama di persimpangan-persimpangan.
Jumlah mobil yang diiimpor juga turut menyumbang kemacetan. Pada periode Januari - Juni 2012 jumlah impor mobil yang dibongkar di Tanjung Priok mencapai 167.748 unit. Jumlah ini menngkat 47,53 % dibanding tahun 2011 pada periode yang sama sebesar 113.701 unit. Sementara itu menurut data ditlantas Polda Metro Jaya jumlah sepeda motor di Jakarta sebanyak 9.861.451 unit pada tahun 2011. Dengan sumsi kenaikan sekitar 10%, maka diperkirakan jumlah kendaraan roda dua ini diperkirakan sebanyak 10.847.596 unit. Pembatasan impor bisa saja diberlakukan untuk menekan jumlah kendaraan di Jakarta. Masalahnya kemudian timbul pada dunia bisnis otomotif, terutama penjualan kendaraan baru yang terus mencekoki konsumen demi merangsang konsumen untuk membeli kendaraan. Namun etap saja kebijakan pembatasan masih bisa diberlakukan, toh tidak langsung mematikan bisnis penjualan kendaraan.
Masalah selanjutnya adalah lebar dan panjang jalan yang tidak memadai untuk jumlah kendaraan yang sekarang ini ada. Pemerintah harus segera menindaklanjuti perpanjangan dan pelebaran jalan atau membangun jalan-jalan layang baru untuk memberikan ruang baru yang sesuai dengan kapasitas jumlah kendaraan yang ada sekarang ini.
Transportasi massa di Jakarta sangat ruwet. Angkot (angkutan kota) dan bis-bis yang ada menggunakan jalan-jalan sebagai tempat "ngetem" atau semacam terminal bayangan untuk menunggu penumpang. Mereka parkir secara bertumpuk sejajar memenuhi jalan, mengakibatkan jalan yang tersisa menjadi sempit. Penulis tidak melihat tindakan yang tegas terhadap angkot-angkot yang malang melintang seperti itu. Tidak semata-mata menyalahkan angkot, kepedulian calon penumpang untuk ikut serta menjaga ketertiban masalah ini juga sangat minim. Calon penumpang lebih senang menunggu dan naik angkutan di tempat-tempat tersebut daripada di halte-halte yang telah disediakan. Dengan alasan jarak halte yang jauh menyebabkan calon penumpang enggan untuk berjalan kaki ke halte terdekat. Jika kebiasaan tersebut bisa dirubah, saya yakin angkot dan bis juga akan berhenti di halte yang telah ditentukan.Jumlah angkutan yang sangat banyak mengakibatkan banyak angkutan yang kekurangan penumpang. Akibatnya terpaksa mereka ngetem untuk memenuhi penumpangnya agar tidak rugi
Transportasi massa bentukan pemerintah seperti Bus TransJakarta atau Busway juga belum bisa dikatakan layak. Masih banyak keluhan rasa tidak nyaman melakukan perjalanan menggunakan angkutan yang satu ini. Penumpukan yang parah calon penumpang juga terlihat sangat jelas di beberapa halte pada jam-jam tertentu, hingga berjejal-jejalan.
Akibat Kemacetan
Kemacetan yang terjadi sangat berdampak bagi masyarakat umum. Kerugian materiil dan non materiil terus menerus setiap hari dialami oleh masyarakat. Masyarakat terpaksa menggunakan bahan bakar lebih dalam keadaan macet. Keterlambatan pengiriman barang, terlambat sekolah, terlambat kerja dan sejenisnya. Masyarakat menjadi lebih beringas dan tidak peduli kepada sesama, karena setiap hari mengalami stres akibat macet di jalan. Udara kota menjadi lebih panas daripada kondisi biasa akibat asap knalpot yang dihembuskan dari jutaan kendaraan yang terkonsentrasi pada satu ruas jalan.
Pemecahan masalah kemacetan di Jakarta
Tidak peduli siapa gubernurnya, mau Jokowi dan Ahok, atau siapapun. Mereka harus benar-benar mengerti akar permasalahan dari carut marut ini. Penelitian harus benar-benar dilakukan dengan mengerahkan para ahli, baik dari instansi maupun dari golongan independen. Jika konsekuen, gubernur harus memiliki tim yang khusus menangani kemacetan lalu lintas di Jakarta ini. Memerintahkan walikota untuk juga memiliki tim di daerahnya dengan masih berada di bawah naungan tim provinsi. Hal ini sangat diperlukan untuk mengatasi silang sengketa di wilayah perbatasan.
Kebijakan-kebijakan baru seperti pembatasan kendaraan baru yang masuk atau diimpor perlu diberlakukan. Pemerintah pusat yang notabene juga berada satu wilayah di DKI Jakarta juga harus berperan aktif mendukung kebijakan tersebut. Saya belum melihat masalah kemacetan Jakarta diangkat sebagai masalah nasional, padahal dalam hal ini Jakarta yang sekarang ada adalah daerah khusus, bukan kota biasa, tetapi ibukota negara yang menjadi salah satu simbol kebanggaan masyarakat Indonesia.
Apa sih yang menyebabkan kemacetan di Jakarta?
Jalan raya yang dibuat dengan biaya yang sangat besar memang tadinya diperuntukkan untuk kelancaran transportasi. Akan tetap jika keadaannya macet seperti sekarang ini, tentunya malah menjadi hal yang terbalik, bukan memperlancar, justru menghambat. Mengapa bisa macet begini?
Penulis telah melakukan observasi, meskipun mungkin belum cukup memadai, hal-hal yang menyebabkan kemacetan parah di Jakarta. Banjir adalah masalah klasik yang terus berkelanjutan hingga sekarang. Saluran-saluran air yang kurang memadai, tata kota yang semrawut mengakibatkan aliran air tidak lancar dan mengakibatkan genangan-genangan yang cukup tinggi di beberapa ruas jalan. Akibat genangan-genangan air tersebut terpaksa pengguna jalan mengambil jalan alternatif. Parah semakin bertambah, jalan alternatif tidak bisa menampung semua pengguna jalan yang mencoba untuk melintasinya. Akhirnya stag terjadi terutama di persimpangan-persimpangan.
Jumlah mobil yang diiimpor juga turut menyumbang kemacetan. Pada periode Januari - Juni 2012 jumlah impor mobil yang dibongkar di Tanjung Priok mencapai 167.748 unit. Jumlah ini menngkat 47,53 % dibanding tahun 2011 pada periode yang sama sebesar 113.701 unit. Sementara itu menurut data ditlantas Polda Metro Jaya jumlah sepeda motor di Jakarta sebanyak 9.861.451 unit pada tahun 2011. Dengan sumsi kenaikan sekitar 10%, maka diperkirakan jumlah kendaraan roda dua ini diperkirakan sebanyak 10.847.596 unit. Pembatasan impor bisa saja diberlakukan untuk menekan jumlah kendaraan di Jakarta. Masalahnya kemudian timbul pada dunia bisnis otomotif, terutama penjualan kendaraan baru yang terus mencekoki konsumen demi merangsang konsumen untuk membeli kendaraan. Namun etap saja kebijakan pembatasan masih bisa diberlakukan, toh tidak langsung mematikan bisnis penjualan kendaraan.
Masalah selanjutnya adalah lebar dan panjang jalan yang tidak memadai untuk jumlah kendaraan yang sekarang ini ada. Pemerintah harus segera menindaklanjuti perpanjangan dan pelebaran jalan atau membangun jalan-jalan layang baru untuk memberikan ruang baru yang sesuai dengan kapasitas jumlah kendaraan yang ada sekarang ini.
Transportasi massa di Jakarta sangat ruwet. Angkot (angkutan kota) dan bis-bis yang ada menggunakan jalan-jalan sebagai tempat "ngetem" atau semacam terminal bayangan untuk menunggu penumpang. Mereka parkir secara bertumpuk sejajar memenuhi jalan, mengakibatkan jalan yang tersisa menjadi sempit. Penulis tidak melihat tindakan yang tegas terhadap angkot-angkot yang malang melintang seperti itu. Tidak semata-mata menyalahkan angkot, kepedulian calon penumpang untuk ikut serta menjaga ketertiban masalah ini juga sangat minim. Calon penumpang lebih senang menunggu dan naik angkutan di tempat-tempat tersebut daripada di halte-halte yang telah disediakan. Dengan alasan jarak halte yang jauh menyebabkan calon penumpang enggan untuk berjalan kaki ke halte terdekat. Jika kebiasaan tersebut bisa dirubah, saya yakin angkot dan bis juga akan berhenti di halte yang telah ditentukan.Jumlah angkutan yang sangat banyak mengakibatkan banyak angkutan yang kekurangan penumpang. Akibatnya terpaksa mereka ngetem untuk memenuhi penumpangnya agar tidak rugi
Transportasi massa bentukan pemerintah seperti Bus TransJakarta atau Busway juga belum bisa dikatakan layak. Masih banyak keluhan rasa tidak nyaman melakukan perjalanan menggunakan angkutan yang satu ini. Penumpukan yang parah calon penumpang juga terlihat sangat jelas di beberapa halte pada jam-jam tertentu, hingga berjejal-jejalan.
Akibat Kemacetan
Kemacetan yang terjadi sangat berdampak bagi masyarakat umum. Kerugian materiil dan non materiil terus menerus setiap hari dialami oleh masyarakat. Masyarakat terpaksa menggunakan bahan bakar lebih dalam keadaan macet. Keterlambatan pengiriman barang, terlambat sekolah, terlambat kerja dan sejenisnya. Masyarakat menjadi lebih beringas dan tidak peduli kepada sesama, karena setiap hari mengalami stres akibat macet di jalan. Udara kota menjadi lebih panas daripada kondisi biasa akibat asap knalpot yang dihembuskan dari jutaan kendaraan yang terkonsentrasi pada satu ruas jalan.
Pemecahan masalah kemacetan di Jakarta
Tidak peduli siapa gubernurnya, mau Jokowi dan Ahok, atau siapapun. Mereka harus benar-benar mengerti akar permasalahan dari carut marut ini. Penelitian harus benar-benar dilakukan dengan mengerahkan para ahli, baik dari instansi maupun dari golongan independen. Jika konsekuen, gubernur harus memiliki tim yang khusus menangani kemacetan lalu lintas di Jakarta ini. Memerintahkan walikota untuk juga memiliki tim di daerahnya dengan masih berada di bawah naungan tim provinsi. Hal ini sangat diperlukan untuk mengatasi silang sengketa di wilayah perbatasan.
Kebijakan-kebijakan baru seperti pembatasan kendaraan baru yang masuk atau diimpor perlu diberlakukan. Pemerintah pusat yang notabene juga berada satu wilayah di DKI Jakarta juga harus berperan aktif mendukung kebijakan tersebut. Saya belum melihat masalah kemacetan Jakarta diangkat sebagai masalah nasional, padahal dalam hal ini Jakarta yang sekarang ada adalah daerah khusus, bukan kota biasa, tetapi ibukota negara yang menjadi salah satu simbol kebanggaan masyarakat Indonesia.