Musim pendaftaran sekolah sudah lewat. Anak-anak sekarang memasuki babak baru : jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Ada yang baru masuk sekolah, baik SD, SLTP atau SLTA, ada juga yang naik kelas. Selamat kepada anak-anak didik dan orang tua, serta para guru, dengan usaha yang gigih berhasil mencapai prestasi yang baik.
Menjadi perhatian selama beberapa tahun ini, pada saat proses belajar mengajar dimulai, adalah pengadaan buku-buku tematik. Setelah mempelajarinya, memperhatikan penggunaannya, keuntungan dan kelemahannya, penulis merasa bahwa sebetulnya sekolah, siswa dan orang tua siswa tidak perlu mengadakan pembelian buku-buku tematik. Menurut penulis, program pembelian buku tematik hanya akan membebani orang tua siswa tanpa didukung daya guna yang optimal dari buku itu sendiri. Bahkan lebih buruk lagi, pengadaan buku-buku tematik hanya kedok dari oknum guru, oknum kepala sekolah atau oknum dinas pendidikan daerah untuk mengeruk keuntungan dari penjualan buku tersebut.
Pada prosesnya, penggunaan buku tematik tidak sesuai dengan isi yang terkandung dalam Permendiknas No.22 tahun 2006 tentang Standar Isi dan Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah yang menganjurkan pendekatan tematik. Anak-anak dipaksa (kalau sebagian guru bilang tidak dipaksa kenapa anak-anak diberi sangsi nilai?) membeli buku tematik, mengerjakannya di rumah untuk kemudian dikumpulkan untuk dikoreksi guru agar bisa diberi nilai angka.Setelah itu diserahkan kembali ke siswa untuk dikerjakan soal-soal yang berikutnya. Begitu saja!
Kok begitu ya..?
Pendekatan tematik seharusnya melibatkan tatap muka guru dengan para siswa dalam satu tema tertentu, untuk membantu siswa lebih memahami isi mata pelajaran yang sedang ditekuninya. Pendekatan tematik, yang menuntut guru selalu kreatif, diharapkan akan membawa suasana yang akan terus diingat siswa, sehingga mata pelajaran yang sedang dipelajari akan mudah dicerna dan diingat. Tidak harus membeli buku tematik, guru-guru juga bisa mempergunakan buku-buku sekolah (sering disebut buku BOS, karena dibeli dengan anggaran dana BOS) dan membangun tema sendiri secara kreatif.
Jika anda mau mencermati, isi dari buku-buku tematik kurang mendukung program evaluasi belajar akhir, yang notabene sangat menentukan nilai rapor tuntas atau tidak tuntas sesuai standar pendidikan nasional. Saya menantang anda dengan anak anda hanya menggunakan buku tematik saja melawan temannya yang hanya menggunakan buku BOS. Bandingkan hasilnya di ujian akhir!
Banyak sekolah yang sudah meninggalkan buku tematik. Mereka mengubah cara pendekatan tematik dengan cara-cara yang lebih kreatif dan menuai prestasi yang luar biasa.
TOLAK BUKU TEMATIK!
JADILAH KREATIF UNTUK BERPRESTASI!